Indonesia Sudah Maju Pesat, Saatnya Membayar Kembali 'Utang' 13 Juta Gulden ke Keraton Siak

ilustrasi
ASIA - RAYA ||  Seberapa besar peran Kerajaan Siak Sri Indrapura terhadap eksistensi Republik Indonesia setelah merdeka pada 17 Agustus 1945? Peran Kerajaan Siak Sri Indrapura yang pusat kerajaannya di kota Siak, sekarang ibukota Kabupaten Siak (pemekaran), Provinsi Riau, terhadap awal keberadaan Republik Indonesia nyaris tak pernah terdengar meluas di republik ini, kecuali di daerah Riau sendiri. (sumber)

Padahal sesungguhnya Kerajaan Siak punya peran yang sangat besar bagi awal keberadaan Republik Indonesia. Akan tetapi informasi atau publikasi tentang apa yang telah diperbuat oleh Sultan Syarif Kasim II, Sultan Siak terakhir, terhadap awal kebangkitan Republik Indonesia kalah populer dengan apa yang telah dilakukan Keraton Yogyakarta dan rakyat Aceh. Peran Kerajaan Siak itu nyaris tenggelam. Sepi dari pembicaraan atau perbincangan perjalanan bangsa ini, maupun perbincangan politik. Dan, senyap dari penulisan atau pemberitaan di media.

Sultan Hamengku Buwono IX misalnya, telah menyediakan berbagai fasilitas untuk kelancaran pemerintahan ketika Yogyakarta menjadi ibukota Republik Indonesia. Tak hanya itu, Sultan Hamengku Buwono IX juga telah menyumbang dana untuk Republik sebesar 6 juta Gulden. Sedang rakyat Aceh telah bergotongroyong mengumpulkan dana untuk membeli pesawat terbang yang disumbangkan kepada Republik. Pesawat sumbangan rakyat Aceh itu diberi nama “Seulawah”. Peran Keraton Yogyakarta dan rakyat Aceh diketahui secara meluas, dan selalu saja disebut atau diperbincangkan setiap kali memperbincangkan tentang awal kebangkitan negara ini.

Apa sebenarnya yang telah dilakukan Sultan Syarif Kasim II terhadap awal keberadaan Republik Indonesia? Sultan Syarif Kasim II tidak hanya menyatakan Kerajaan Siak Sri Indrapura beserta seluruh wilayah atau daerah yang berada di bawah kekuasaannya bergabung di dalam Republik Indonesia, tapi juga telah menyerahkan tahta atau kekuasaannya.

Tidak sebatas tahta, Sultan Syarif Kasim II telah pula menyerahkan istana dan segala isinya, juga hartanya kepada Pemerintah Republik Indonesia. Bahkan tidak tanggung-tanggung, Sultan Syarif Kasim II telah pula menyerahkan atau menyumbangkan dana sebesar 13 juta Gulden kepada pemerintah. Penyerahan semua itu tentu dimaksudkan agar bisa menjadi modal awal bagi Pemerintah Republik Indonesia yang baru saja lahir.

Tugu Peringatan

Setelah berpuluh tahun nyaris tak pernah dibicarakan, nyaris terlupakan, barulah di tahun 2016 lalu, Pemerintah Kabupaten Siak mencoba ‘menyentakkan’ ingatan terhadap peran Sultan Syarif  Kasim II dan Kerajaan Siak Sri Indrapura kepada keberadaan RI dengan membangun Tugu Peringatan Penyerahan Kerajaan Siak Sri Indrapura kepada Republik Indonesia.

Tugu Peringatan yang peletakan batu pertamanya dilakukan Wakil Presiden Jusuf Kalla itu terbuat dari perunggu. Tugu Peringatan itu dibuat oleh seorang seniman dari Yogyakarta. Di tugu itu terdapat relief peristiwa penyerahan Kerajaan Siak Sri Indrapura oleh Sultan Syarif Kasim II dan Permaisuri kepada Presiden Sukarno di Yogyakarta, semasa Yogyakarta masih menjadi ibukota RI. Penyerahan tahta kekuasaan, kerajaan, istana, harta dan uang digambarkan secara simbolis.

Bupati Siak, Syamsuar, ketika itu mengatakan kepada media, Tugu Peringatan penyerahan Kerajaan Siak Sri Indrapura kepada Pemerintah RI tersebut menggambarkan bagaimana sesungguhnya Sultan Syarif Kasim II seorang pejuang dan nasionalis sejati.

Menurut Bupati Syamsuar, disamping menyerahkan tahta dan kekuasaannya, Sultan Syarif Kasim II juga menyerahkan uang sebanyak 13 juta Gulden. Jumlah yang sangat besar untuk modal perjuangan Republik Indonesia mempertahankan kemerdekaannya, dan menjalankan roda pemerintahan.

Penyerahan tahta dan kekuasaannya di Kerajaan Siak Sri Indrapura itu ditandai dengan menyerahkan mahkota dan keris Kerajaan Siak kepada Presiden Sukarno. Setelah penyerahan tahta dan istana kepada pemerintah, Sultan Syarif Kasim II dan Permaisuri yang kebetulan tidak berputra itu, kemudian meninggalkan istana dan tinggal di sebuah rumah biasa yang berada di luar komplek istana.

Kibarkan Merah Putih

Ketika kabar kemerdekaan Indonesia sudah diproklamasikan oleh Sukarno dan Hatta sampai di Siak, Sultan Syarif Kasim II dengan innisiatifnya sendiri menaikkan atau mengibarkan bendera merah putih di halaman istana. Menariknya lagi, bendera sang saka merah putih yang dikibarkan itu dijahit oleh Sang Permaisuri sendiri.

Jiwa nasionalis Sultan Syarif Kasim II terlihat jelas pula, ketika pada bulan Oktober 1946, ia membentuk Komite Nasional Indonesia (KNI) di Siak. Tak hanya itu. Sultan Syarif Kasim II juga telah mempelopori pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Barisan Pemuda Republik di wilayah Siak Sri Indrapura. Kemudian ia menyelenggarakan rapat umum di halaman istana dengan mengibarkan bendera merah putih. Di depan rapat umum itu Sultan bersama rakyat menyatakan tekad untuk sehidup semati mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Sultan Syarif Kasim II merupakan Sultan terakhir Kerajaan Siak Sri Indrapura, atau Sultan yang ke-12. Setelah tahta, kekuasaan dan istana diserahkan ke Pemerintah RI, maka tak ada lagi penerus tahta Kerajaan Siak. Sejak itu Istana Siak sampai hari ini dikelola oleh Pemerintah

Sultan terakhir Kerajaan Siak ini lahir pada tahun 1908 dan wafat tanggal 23 April 1968 di Rumbai, Pekanbaru, Riau. Dan dimakamkan di lingkungan Masjid Agung Siak. Tahun 1998, Sultan Syarif Kasim II mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI Nomor 109/TK/1998, tertanggal 6 November 1998.

Namanya selain digunakan untuk nama Universitas Islam Negeri di Pekanbaru, juga diabadikan sebagai nama bandar udara (bandara) internasional di Pekanbaru, Riau.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Indonesia Sudah Maju Pesat, Saatnya Membayar Kembali 'Utang' 13 Juta Gulden ke Keraton Siak"

Post a Comment